Hutang adalah amanah

Islam adalah din penuh rahmat dan mengajarkan kasih sayang kepada makhluk. Islam tidak hanya mengatur hubungan yang bersifat vertikal antara makhluk dengan Al Khaliq, tetapi juga mengatur hubungan yang bersifat horizontal antara sesama makhluk. Tujuannya agar antar individu terjalin keharmonisan dan tidak saling menzhalimi atau menyakiti.
Di antara yang diatur oleh syari’at Islam, yaitu hubungan antara sesama manusia dalam masalah hutang-piutang. Masalah ini dijelaskan oleh Allâh Ta'âla dalam sebuah ayat terpanjang, yang juga terdapat dalam surat terpanjang. Maka sudah semestinya hal ini menjadi perhatian bagi setiap insan yang ingin berislam secara kaffah, karena kualitas Islam seseorang bukan hanya tergantung ibadah mahdhah yang dilakukan setiap hari, tetapi juga tergantung pada ketaatannya pada peraturan Allâh yang berkaitan dengan muamalah (interaksi) dengan sesama makhluk.
Islam menganjurkan kepada orang yang dianugerahi kemampun oleh Allâh Ta'âla agar membantu saudaranya yang membutuhkan bantuan, baik dengan memberikan zakat, shadaqah, ataupun memberikan pinjaman jika ada yang membutuhkannya. Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam memberikan kabar kepada orang-orang yang membantu sesama lepas dari himpitan penderitaan, bahwa ia akan mendapatkan janji Allâh Ta'âla. disebutkan dalam sabda Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam:
مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا نَفَّسَ اللهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ يَسَّرَ اللهُ عَلَيْهِ فِـي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ
Barangsiapa yang membebaskan seorang muslim dari kedukaan dunia, maka Allâh akan membebaskan ia dari kedukaan akhirat. Dan barangsiapa yang memberikan kemudahan kepada orang yang mengalami kesulitan, Allâh akan memberikan kemudahan kepadanya di dunia dan akhirat.
(HR Muslim no. 339. Lihat Iiqazhul himam, karya Syaikh Salim Ied Al Hilali, hal.489 )
 
Di antara cara memberikan kemudahan, misalnya memberikan kemudahan dengan harta; bisa dengan memberikan hutang (pinjaman), atau kemudahan dalam pelunasan hutang, atau bahkan membebaskan orang lain dari hutang.


Ada satu kisah menarik, sebagaimana Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam bersabda :
كَانَ تَاجِرٌ يُدَايِنُ النَّاسَ فَإِذَا رَأَى مُعْسِرًا قَالَ لِفِتْيَانِهِ تَـجَاوَزُوا عَنْهُ لَعَلَّ اللهَ أَنْ يَتَجَاوَزَ عَنَّا فَتَجَاوَزَ اللهُ عَنْهُ
Ada seorang pedagang yang memberikan hutang kepada manusia. Jika dia melihat seseorang kesulitan membayarnya, (maka) dia mengatakan kepada pembantunya “bebaskan ia, semoga Allâh membebaskan (mengampuni dosa) kita”. Maka Allâh pun mengampuni dosanya.
(HR Bukhari dan Muslim. Lihat Iiqazhul Himam, karya Syaikh Salim Id al Hilali, hlm. 492).
 
Masih banyak lagi hadits-hadits senada, yang menjelaskan balasan bagi orang-orang yang membantu sesama.

Sebaliknya, sebagai wujud kasih sayang kepada orang yang mengalami kesulitan, Islam membolehkan seseorang untuk mencari pinjaman. Meski demikian, sebagaimana dikatakan oleh para ulama, mencari pinjaman itu boleh dilakukan dalam kondisi terpaksa. Sebab hutang adalah amanah yang wajib ditunaikan. Oleh karena itu, orang yang berhutang harus memiliki niat yang baik untuk segera melunasi hutang ketika ia mampu, tanpa ditunda-tunda. Menunda pembayaran hutang saat memiliki kemampuan, sesungguhnya merupakan perbuatan zhalim. Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam bersabda :

مَطْلُ الْغَنِـيِّ ظُلْمٌ
Menunda-nunda pembayaran hutang bagi yang mampu merupakan sebuah kezhaliman.

Dalam hadits lain, Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam juga memberikan ancaman kepada orang yang berniat buruk ketika berhutang. Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam bersabda :
مَنْ أَخَذَ أَمْوَالَ النَّاسِ يُرِيدُ أَدَاءَهَا أَدَّى اللَّهُ عَنْهُ وَمَنْ أَخَذَ يُرِيدُ إِتْلَافَهَا أَتْلَفَهُ اللَّهُ
Barangsiapa yang mengambil harta orang lain dengan niat ingin mengembalikan (melunasi)nya, niscaya Allâh akan membayarkan baginya.Barangsiapa yang mengambilnya dengan niat hendak melenyapkannya, niscaya Allâh akan menghancurkannya. (HR Bukhari no. 2387).

Orang yang berniat baik, niscaya akan dibantu oleh Allâh Ta'âla, sehingga bisa membayar hutangnya atau dengan menjamin di akhirat.
Terkadang, hutang dapat membuat orang malu untuk berjumpa dengan orang yang memberikan pinjaman, meskipun untuk menunaikan salah satu kewajiban din. 

Sebagaimana dikisahkan, suatu hari Qais bin Saad bin Ubadah radhiyallâhu'anhu merasa, saudara-saudaranya terlambat menjenguknya, lalu dikatakan kepadanya: “Mereka malu dengan hutangnya kepadamu,” maka dia (Qais) pun menjawab, ”Celakalah harta, dapat menghalangi saudara untuk menjenguk saudaranya.”
Kemudian dia memerintahkan agar mengumumkan: “Barangsiapa yang mempunyai hutang kepada Qais, maka dia telah lunas”. Setelah diumumkan pembebasan hutang ini, sore harinya, jenjang rumahnya patah, karena banyaknya orang yang menjenguk.



Artikel Terkait:

Comments
0 Comments

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih komentarnya. Seandainya ada kesalahan dalam penulisan dalil-dalilnya mohon koreksinya, kritik dan sarannya kami tunggu jazakallah