Fenomena Jual Beli Kredit

Bismillah..
Jual beli kredit datang menyeruak diantara berbagai sistem bisnis yang ada. Sistem ini diminati banyak kalangan, terlebih kalangan menengah ke bawah, karena kadang-kadang mereka terdesak untuk membeli barang tertentu yang tidak bisa dibeli dengan kontan, maka kredit adalah pilihan yang mungkin dirasa tepat.
        Namu,melihat beberapa fenomena yang ada, jual beli kredit perlu ditilik kembali hukumnya, HALAL ataukah HARAM? karena, bagi seorang muslim status HALAL merupakan suatu yang mutlak, tidak ada tawar menawar. 

Pengertian Jual beli Kredit
Kredit dalam bahasa arab disebut dengan taqsiith yang artinya bagian, jatah atau membagi-bagi. 
Adapun secara istilah adalah menjual sesuatu dengan pembayaran yang tertunda, dengan cara memberi cicilan dalam jumlah tertentu dalam beberapa waktu secara tertentu, lebih mahal dari harga kontan.

Hukum jual beli kredit dengan tambahan harga
Masalah ini tergolong diantara sekian banyak masalah fiqih yang dipertentangkan oleh para ulama mengharamkan secara tegas :
  • (mereka adalah sammak bin Harb, Abdul WAhhab bin Atha', ibnu Sirin, Thawaus Sufyan ats-Tsauri, Ibnu Qutaibah, Nasai, Ibnu Hibban, juga Syaikh Albani dan murid beliau, Syaikh Salim bin Id al-Hilali.)
Sedangkan sebagian lagi menghalalkannya :
  • at-Thirmidzi, al-Khathabi, Syaikhrul Islam ibnu Taimiyyah, Ibnul Qayyim, Syaikh Bin Baz, Syaikh Muhammad bin Shalih al- Utsaimin, Syaikh Jibrin dll.
Masing-masing Ulama diatas memiliki dalil dan argumentasi yang kuat, akan tetapi Wallahu a'lam bish shawab, yang lebih mendekati kebenaran adalah pendapat yang membolehkannya dengan alasan sebagai berikut:

  1. Hukum asal jual beli adalah boleh, sampai datang dalil yang mengharamkannya.
  2. Diperbolehkan jual beli dengan pembayaran tertunda,sebagaimana dalam surat al-baqarah :282
    يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ إِلَىٰ أَجَلٍ مُسَمًّى فَاكْتُبُوهُ ۚ وَلْيَكْتُبْ بَيْنَكُمْ كَاتِبٌ بِالْعَدْلِ ۚ وَلَا يَأْبَ كَاتِبٌ أَنْ يَكْتُبَ كَمَا عَلَّمَهُ اللَّهُ ۚ فَلْيَكْتُبْ وَلْيُمْلِلِ الَّذِي عَلَيْهِ الْحَقُّ وَلْيَتَّقِ اللَّهَ رَبَّهُ وَلَا يَبْخَسْ مِنْهُ شَيْئًا ۚ فَإِنْ كَانَ الَّذِي عَلَيْهِ الْحَقُّ سَفِيهًا أَوْ ضَعِيفًا أَوْ لَا يَسْتَطِيعُ أَنْ يُمِلَّ هُوَ فَلْيُمْلِلْ وَلِيُّهُ بِالْعَدْلِ ۚ وَاسْتَشْهِدُوا شَهِيدَيْنِ مِنْ رِجَالِكُمْ ۖ فَإِنْ لَمْ يَكُونَا رَجُلَيْنِ فَرَجُلٌ وَامْرَأَتَانِ مِمَّنْ تَرْضَوْنَ مِنَ الشُّهَدَاءِ أَنْ تَضِلَّ إِحْدَاهُمَا فَتُذَكِّرَ إِحْدَاهُمَا الْأُخْرَىٰ ۚ وَلَا يَأْبَ الشُّهَدَاءُ إِذَا مَا دُعُوا ۚ وَلَا تَسْأَمُوا أَنْ تَكْتُبُوهُ صَغِيرًا أَوْ كَبِيرًا إِلَىٰ أَجَلِهِ ۚ ذَٰلِكُمْ أَقْسَطُ عِنْدَ اللَّهِ وَأَقْوَمُ لِلشَّهَادَةِ وَأَدْنَىٰ أَلَّا تَرْتَابُوا ۖ إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً حَاضِرَةً تُدِيرُونَهَا بَيْنَكُمْ فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَلَّا تَكْتُبُوهَا ۗ وَأَشْهِدُوا إِذَا تَبَايَعْتُمْ ۚ وَلَا يُضَارَّ كَاتِبٌ وَلَا شَهِيدٌ ۚ وَإِنْ تَفْعَلُوا فَإِنَّهُ فُسُوقٌ بِكُمْ ۗ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۖ وَيُعَلِّمُكُمُ اللَّهُ ۗ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
    "Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu´amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, meka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. Jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). Jika tak ada dua oang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka yang seorang mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah mu´amalahmu itu), kecuali jika mu´amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. Jika kamu lakukan (yang demikian), maka sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (QS.2:282)"
  3. Diperbolehkan memberikan tambahan harga karena penundaan pembayaran atau karena pencicilan,sebagaimana dalam jual beli saham. (lihat HR. Bukhari:2241 dan Muslim:1604)
  4. Jual beli kredit dikiaskan  perbolehannya dengan jual beli saham
  5. Dalam maslahat, Syaikh bin Baz disela-sela jawabanya beliau mengenai jual beli kredit berkata :"karena seseorang pedagang yang menjual barangnya secara berjangka pembayarannya setuju dengan cara tersebut sebab ia akan mendapatkan tambahan harga penundaan tersebut. Sementara itu, pembeli senang karena pembayarannya diperlambat dan karena ia tidak mampu untuk membayar kontan, sehingga keduanya mendapatkan keuntungan"(ahkamul bai' hlm 5,Syaikh Jarullah)

    Catatan Penting!!!
    Perbolehan tersebut adalah hukum umum dalam masalah kredit dengan tambahan harga. Adapun permasalahn kredit yang berkembang saat ini, maka perlu penelusuran lebih dalam tentang badan-badan tersebut. Sebagian besar bahkan rata-rata banyak mengandung unsur riba dan kezaliman, semisal : 
    jika terlambat membayarnya akan dikenakan denda. Model kredit semacam ini, atau yang semisalnya adalah HARAM karena mengandung unsur riba. Wallahu a'lam

    Hal ikwal jual beli Kredit
    1. Jual beli kredit harusdengan barang dan harga yang jelas serta waktu pembayaran yang jelas (HR.Bukhari:2241dan Muslim: 1604)
    2. Bila sipembeli tidak bisa melunasi?
      Fenomena yang kita lihat pada praktek jual beli kredit yang berkembang disaat ini, khususnya dinegara kita, bila pembeli (secara kredit) yang tidak melunasi cicilan maka barang yang sudah dibelinya diambil kembali oleh penjual tanpa ada ganti rugi kepada pihak pembeli, atau waktu pembayarannya diperpanjang dari ketentuan (jatuh tempo) yang disepakati sebelumnya namun ditambah harga barang. Apakah kedua hukum ini diperbolehkan atau tidak???
      Untuk yang pertama : yaitu mengambil kembali barang tersebut oleh penjual, maka ini adalah kezaliman. Yang bisa (diperbolehkan syariat)dilakukan adalah menjual sebagian harta pembeli untuk melunasi hutangnya tersebut, sebagaimana hukum yang ada dalam masalah pergadaian dll.

      Untuk yang kedua : yaitu menunda waktu pembayaran namun ditambah harga. Ini juga tidak boleh karena inilah riba jahiliyah. Yang bisa dilakukan adalah diadukan  ke pengadilan atau mencegahnya untuk mengoperasikan hartanya.
    3. Untuk barang-barang ribawi (emas, perak, gandumm, kurma, dan garam: sebagaimana dalam hadist) maka butuh syarat-syarat yang lebih spesifik untuk bisa diperjual belikan secara kredit.



      


Artikel Terkait:

Comments
0 Comments

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih komentarnya. Seandainya ada kesalahan dalam penulisan dalil-dalilnya mohon koreksinya, kritik dan sarannya kami tunggu jazakallah