Bismillah
Aqîqah untuk bayi yang baru lahir hukumnya sunnah
muakkadah (sangat ditekankan) menurut pendapat jumhur ulama. Hal ini
dirâjihkan Lajnah Dâ-imah dalam fatwa no. 1776, 3116, 4861, 8052, 9029,
12591.
Kesimpulan dari fatwa tersebut, bahwa hukum
menyembelih hewan aqîqah bagi orang tua yang mendapatkan anugerah berupa
kelahiran anak adalah sunnah muakkadah. Yaitu dengan menyembelih dua
ekor kambing untuk anak lelaki, dan satu ekor kambing untuk anak
perempuan. Dilaksanakan pada hari ketujuh dari kelahiran bayi.
Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam bersabda:
Aqîqah untuk anak lelaki dua kambing yang serupa.
Dan aqîqah bagi anak perempuan seekor kambing.
(HR Ahmad dan at-Tirmidzi)
Dan aqîqah bagi anak perempuan seekor kambing.
(HR Ahmad dan at-Tirmidzi)
Merujuk nash di atas, maka tidak ada yang mencukupi untuk aqîqah kecuali menyembelih kambing. Tidak bisa digantikan, misalnya dengan membeli daging kiloan, pembagian uang atau yang lainnya.
Sembelihan aqîqah ini diadakan untuk fidyah (tebusan) atas bayi,
(Sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits, bahwa bayi itu tergadai
dengan aqîqahnya. Maka dengan diaqîqahi, berarti si bayi sudah terlepas
dari gadai. )
Optimis akan keselamatannya dan untuk menolak setan darinya, sebagaimana dijelaskan Ibnul-Qayyim rahimahullâh dalam kitab Tuhfat al-Wadûd fi Ahkâm al-Maulûd.
(Al-Muntaqa min Fatâwa Syaikh Shâlih al-Fauzân (5/194).
Ibadah aqîqah ini diperuntukkan bagi orang-orang yang
mampu. Oleh karena itu, bagi orang tua yang penghasilan bulanannya
tidak mencukupi kecuali untuk kebutuhan keluarga saja, atau dari
keluarga tidak mampu, maka tidak masalah bila tidak melaksanakan aqîqah
ini untuk anak-anaknya.
Allâh Ta'ala berfirman :
Allâh tidak membebani seseorang
melainkan sesuai dengan kesanggupannya.
(Qs al-Baqarah/2:286)
melainkan sesuai dengan kesanggupannya.
(Qs al-Baqarah/2:286)
Juga sabda Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam :
Apa yang aku larang untuk kalian maka jauhilah.
Dan apa yang aku perintahkan kepada kalian
maka kerjakanlah semampu kalian.
(HR Muslim)
Dan apa yang aku perintahkan kepada kalian
maka kerjakanlah semampu kalian.
(HR Muslim)
Adapun pelaksanaannya, yang utama diadakan pada hari ketujuh, dan apabila diakhirkan dari hari tersebut juga diperbolehkan. Tidak ada batasan waktu penyembelihan aqîqah ini.
Memang sebagian ulama menyatakan, apabila bayi
tersebut telah besar maka telah kehilangan waktunya, sehingga tidak
memandang adanya pensyariatan aqîqah bagi orang dewasa. Namun jumhur
ulama memandang tidak mengapa, walaupun sudah dewasa.
Syaikh Shâlih bin ‘Abdillah al-Fauzân menjelaskan,
tidak mengapa mengakhirkan sembelihan aqîqah sampai waktu yang tepat,
dan ada kemampuan pada kedua orang tuanya, atau salah satunya.
Penyembelihan pada hari ketujuh atau keduapuluh satu hanyalah keutamaan
apabila memungkinkan dan mampu. Jika tidak ada maka tidak mengapa
mengakhirkannya pada waktu lainnya sesuai memiliki kemampuan. Perlu
diketahui, sembelihan aqîqah dilakukan oleh orang tua anak tersebut,
karena itu merupakan hak anak atas orang tuanya.
Syaikh Shalih bin ‘Abdillah al-Fauzan juga
berpendapat, apabila orang tua tidak melakukannya maka ia telah
meninggalkan Sunnah. Bila orang tuanya tidak menyembelih aqîqah untuknya
maka sang anak juga dibolehkan menyembelih aqîqah untuk dirinya sendiriAllahu 'alam