Bismillah
Bukhara merupakan sebuah daerah di belahan Asia Tengah. Daerah ini memang pernah menjadi jajahan negara Rusia dan dimasukkan dalam sebuah persekutuan dengan negara – negara di sekitarnya yang lebih dikenal dengan sebutan Uni Sovyet dengan faham komunisnya. Namun seiring dengan perkembangan zaman dimana faham komunis tidak bisa lagi diterima oleh masyarakat maka tumbanglah kekuatan raksasa Uni Sovyet dan menjadilah negara – negara persekutuan tersebut menjadi negara – negara yang merdeka, yang memiliki kedaulatan penuh dan terlepas dari kontrol pusat Rezim Kremlin, Rusia. Dan siapa yang menyangka, bahwa dahulu pernah terlahir disana seorang manusia yang bakal menghebohkan dunia dengan kecerdasan dan kekuatan hafalannya yang luar biasa.
Bukhara merupakan sebuah daerah di belahan Asia Tengah. Daerah ini memang pernah menjadi jajahan negara Rusia dan dimasukkan dalam sebuah persekutuan dengan negara – negara di sekitarnya yang lebih dikenal dengan sebutan Uni Sovyet dengan faham komunisnya. Namun seiring dengan perkembangan zaman dimana faham komunis tidak bisa lagi diterima oleh masyarakat maka tumbanglah kekuatan raksasa Uni Sovyet dan menjadilah negara – negara persekutuan tersebut menjadi negara – negara yang merdeka, yang memiliki kedaulatan penuh dan terlepas dari kontrol pusat Rezim Kremlin, Rusia. Dan siapa yang menyangka, bahwa dahulu pernah terlahir disana seorang manusia yang bakal menghebohkan dunia dengan kecerdasan dan kekuatan hafalannya yang luar biasa.
Nama Lengkap
dan Tanggal Lahir :
Dia adalah Abu Abdillah Muhammad bin Ismail bin
Ibrahim bin Al Mughirah bin Bardizbah Al Ju’fi , yang lebih dikenal
dengan Imam Al Bukhori penulis kitab Shahih Al Bukhari. Beliau
dilahirkan pada hari Jum’at tanggal 13 Syawal th 194 Hijriah setelah
shalat Jum’at di daerah Bukhoro. Oleh sebab itulah beliau dinisbahkan
dengan Al Bukhari karena asal tanah kelahiran beliau adalah dari daerah
Bukhoro. Kakek beliau yang bernama Bardizbah adalah berasal dari suku
Persia yang menganut agama Majusi ( Penyembah Api ). Kemudian anak
Bardizbah yang bernama Al Mughiroh masuk Islam, yang mengislamkannya
adalah seorang yang bernama Al Yaman Al Ju’fi. Oleh karena itulah beliau
juga dinisbahkan dengan Al Ju’fi. Bapak beliau yaitu Ismail meninggal,
dalam keadaan beliau masih kecil. Dan beliau juga mengalami kebutaan
semasa kecilnya. Namun ibunya terus menerus berdoa kepada Allah Ta’ala
mengharapkan kesembuhan terhadap musibah kebutaan yang menimpa putra
tercintanya. Dan Allah Ta’ala pun mengabulkan permintaan dari sang
hamba yang shalehah dengan memberikan kesembuhan kepada sang putra
tercinta. Maka sejak saat itu sang putra tercinta dapat menikmati
indahnya karunia Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagaimana manusia yang
lain.
Perjalanan Menuntut Ilmu :
Beliau mulai menghafal hadits pada
usia sekitar 10 tahun dan ketika itu beliau belajar di sebuah Madrasah.
Ketika usia beliau menginjak 16 tahun, beliau telah menghafal kitab –
kitab karya 2 orang tokoh Tabi’ut Tabi’in yaitu Abdullah ibnul Mubarak
dan Waki’ ibnul Jarrah. Pada usia tersebut pula tepatnya pada tahun 120
H, beliau bersama ibu dan saudara laki – lakinya yang bernama Ahmad
pergi menunaikan Haji ke Baitullah Al Haram di Mekkah. Dan setelah
selesai menunaikan haji, beliau tetap tinggal di Mekkah dalam rangka
menuntut ilmu. Sementara saudara laki – lakinya yang bernama Ahmad,
kembali ke tempat asalnya di Bukhara.
Ketika usia beliau mencapai 18
tahun, beliau menulis kitab ” Qodhoya Shohabah wa Tabi’in ” dan kitab ”
At Tarikh “. Beliau telah menuntut ilmu kepada 1080 masyaikh ( guru )
Ahlus Sunnah.
Beliau telah melakukan rihlah ( perjalanan menuntut ilmu )
Beliau telah melakukan rihlahke berbagai negeri seperti Balkh, Maru, Naisabur, Ray ( sekarang
Teheran – Iran ), Baghdad, Basrah, Kufah, Makkah, Mesir, Syam, Hijaz
dll.
Guru – guru ( Masyaikh ) beliau :
Telah disebutkan diatas bahwa
beliau memiliki 1080 masyaikh ( guru ). Diantaranya adalah :
- Di Negeri Balkh belajar kepada : – Maky bin Ibrahim
- Di Negeri Maru belajar kepada : A. Abdan bin Musa B. Ali bin Hasan bin Syaqiq C. Shadaqoh bin Al Fadhal
- Di Negeri Naisabur belajar kepada : – Yahya bin Yahya
- Di Negeri Ray ( Teheran – Iran ) belajar kepada : – Ibrahim bin Musa
- Di Negeri Baghdad belajar kepada : A. Muhammad bin Isa Ath Thaba’ B. Suraij bin An Nu’man C. Muhammad bin Sabiq D. ‘Affan
- Di Negeri Basrah belajar kepada : A. Abu Ashim An Nabil B. Al Anshory C. Abdurrahman bin Hammad D. Muhammad bin ‘Ar’ur E. Hajjaj bin Minhal F. Badl bin Al Mihbar G. Abdullah bin Raja’
- Di Negeri Kufah belajar kepada : A. Ubaidullah bin Musa B. Abu Nu’aim C. Khalid bin Al Makhlad D. Thalq bin Ghanam E. Kholid bin Yazid Al Muqri
- Di Negeri Mekkah belajar kepada : A. Abu Abdurrahman Al Muqri B. Khalad bin Yahya C. Hisan bin Hisan Al Bashri D. Abul Walid Ahmad bin Muhammad Al Azraqi E. Al Humaidy
- Di Negeri Madinah belajar kepada : A. Abdul ‘Aziz Al ‘Uwaisy B. Ayyub bin Sulaiman bin Bilal C. Ismail bin Abi Uwais
- Di Negeri Mesir belajar kepada : A. Sa’id bin Abi Maryam B. Ahmad bin Iskab C. Abdullah bin Yusuf D. Asbagh bin Al Faraj 11. Di Negeri Syam belajar kepada : A. Abul Yaman Al Hakam bin Nafi’ B. Adam bin Abi Iyas C. Ali bin ‘Ayyas D. Bisyr bin Syu’aib Dan juga para tokoh – tokoh ulama besar yang lain semisal Ishaq bin Rahuyah, Ahmad bin Hanbal, Yahya bin Ma’in, Ali bin Al Madini, Nu’aim bin Hammad, Muhammad bin Yahya Adz Dzuhli dll.
Murid – Murid
Beliau :
- Imam Muslim bin Al Hajjaj
- Imam At Tirmidzi
- Imam Ibnu Khuzaimah
- Abu Hatim dll.
Akhlak dan Ibadah beliau :
Beliau pernah mengatakan :Aku berharap untuk bisa bertemu Allah. Dan
aku berharap ketika nanti berada di Hari Perhitungan amalan, aku dalam
keadaan tidak berbuat Ghibah ( suatu perbuatan yang menyebutkan
saudaranya sesama muslim dengan apa – apa yang tidak disukainya jikalau
ia mendengarnya ) kepada seorang pun.
Hal ini menunjukkan akan takutnya
beliau terhadap perbuatan Ghibah.
Al kisah suatu hari beliau sedang
melaksanakan shalat. Tiba – tiba datang seekor kumbang besar datang
menyengat beliau yang sedang shalat sebanyak 17 kali sengatan. Maka
tatkala selesai dari menunaikan shalatnya, dia bertanya kepada orang –
orang yang ada di sekitarnya : ” tolong lihatlah ! apa yang telah
membuatku sakit ini “. Maka merekapun mendapati seekor kumbang besar
telah menyengat beliau sebanyak 17 sengatan dalam keadaan beliau tidak
membatalkan shalatnya.
Beliau berkata : Tidaklah aku letakkan sebuah
hadits di kitab shahihku ini kecuali aku mandi terlebih dahulu dan
shalat 2 rakaat.
Ujian para ulama Kepada Beliau
Suatu ketika al-Imam al-Bukhari tiba di Baghdad. Kehadiran
beliau didengar oleh para ahlul hadits negeri itu. Maka,
berkumpullah mereka untuk menguji kehebatan hafalan beliau tentang
hadits. Syahdan para ulama tersebut sengaja mengumpulkan
seratus buah hadits. Susunan, urutan dan letak matan serta sanad
seratus hadits tersebut sengaja dibolak-balik.
Matan dari sebuah
sanad diletakkan untuk sanad lain, sementara suatu sanad dari sebuah
matan diletakkan untuk matan lain dan begitulah seterusnya. Seratus
buah hadits itu dibagikan kepada sepuluh orang tim penguji, hingga
masing-masing mendapat bagian sepuluh buah hadits.
Maka tibalah ketetapan hari yang telah disepakati. Berbondong-bondonglah para ulama dan tim penguji itu, serta para ulama dari Khurasan dan negeri-negeri lain serta penduduk Baghdad menuju tempat yang telah ditentukan.
Ketika suasana majlis telah menjadi tenang, salah seorang dari kesepuluh tim penguji mulai memberikan ujiannya. Beliau membacakan sebuah hadits yang telah dibolak-balik matan dan sanadnya kepada al-Imam al-Bukhari. Ketika ditanyakan kepada beliau, al Imam al-Bukhari menjawab, “Saya tidak kenal hadits itu.” Demikian seterusnya satu persatu dari kesepuluh hadits penguji pertama itu dibacakan, dan al-Imam al-Bukhari selalu menjawab, “Saya tidak kenal hadits itu.”
Maka tibalah ketetapan hari yang telah disepakati. Berbondong-bondonglah para ulama dan tim penguji itu, serta para ulama dari Khurasan dan negeri-negeri lain serta penduduk Baghdad menuju tempat yang telah ditentukan.
Ketika suasana majlis telah menjadi tenang, salah seorang dari kesepuluh tim penguji mulai memberikan ujiannya. Beliau membacakan sebuah hadits yang telah dibolak-balik matan dan sanadnya kepada al-Imam al-Bukhari. Ketika ditanyakan kepada beliau, al Imam al-Bukhari menjawab, “Saya tidak kenal hadits itu.” Demikian seterusnya satu persatu dari kesepuluh hadits penguji pertama itu dibacakan, dan al-Imam al-Bukhari selalu menjawab, “Saya tidak kenal hadits itu.”
Beberapa ulama yang hadir saling berpandangan
seraya bergumam, “Orang ini berarti faham.” Akan tetapi ada di
kalangan mereka yang tidak mengerti, hingga menyimpulkan bahwa
al-Imam al-Bukhari terbatas pengetahuannya dan lemah hafalannya.
Orang kedua maju. Beliau juga melontarkan sebuah hadits yang telah dibolak-balik sanad dan matannya, yang kemudian dijawab pula, “Saya tidak kenal hadits itu”. Begitulah, orang kedua ini pun membacakan sepuluh hadits yang menjadi bagiannya, dan seluruhnya dijawab beliau, “Saya tidak kenal hadist itu.”
Begitulah selanjutnya orang ketiga, keempat, kelima hingga sampai orang kesepuluh, semuanya membawakan masing-masing sepuluh hadits yang telah dibolak-balik matan dan sanadnya. Dan al-Imam al-Bukhari memberikan jawaban tidak lebih daripada kata-kata, “Saya tidak kenal hadits itu.”
Setelah semuanya selesai menguji, beliau kemudian menghadap orang pertama seraya berkata, “Hadits yang pertama anda katakan begini, padahal yang benar adalah begini, lalu hadits anda yang kedua anda katakan begini padahal yang benar seperti ini. Begitulah seterusnya hingga hadits kesepuluh disebutkan oleh beliau kesalahan letak sanad serta matannya, dan kemudian dibetulkannya kesalahan itu hingga semua sanad dan matannya menjadi benar kedudukannya.
Demikian pula seterusnya yang dilakukan oleh al-Bukhari kepada para penguji berikutnya hingga sampai kepada penguji kesepuluh. Maka, orang-orang pun lantas mengakui serta menyatakan kehebatan hafalan serta kelebihan beliau.
Orang kedua maju. Beliau juga melontarkan sebuah hadits yang telah dibolak-balik sanad dan matannya, yang kemudian dijawab pula, “Saya tidak kenal hadits itu”. Begitulah, orang kedua ini pun membacakan sepuluh hadits yang menjadi bagiannya, dan seluruhnya dijawab beliau, “Saya tidak kenal hadist itu.”
Begitulah selanjutnya orang ketiga, keempat, kelima hingga sampai orang kesepuluh, semuanya membawakan masing-masing sepuluh hadits yang telah dibolak-balik matan dan sanadnya. Dan al-Imam al-Bukhari memberikan jawaban tidak lebih daripada kata-kata, “Saya tidak kenal hadits itu.”
Setelah semuanya selesai menguji, beliau kemudian menghadap orang pertama seraya berkata, “Hadits yang pertama anda katakan begini, padahal yang benar adalah begini, lalu hadits anda yang kedua anda katakan begini padahal yang benar seperti ini. Begitulah seterusnya hingga hadits kesepuluh disebutkan oleh beliau kesalahan letak sanad serta matannya, dan kemudian dibetulkannya kesalahan itu hingga semua sanad dan matannya menjadi benar kedudukannya.
Demikian pula seterusnya yang dilakukan oleh al-Bukhari kepada para penguji berikutnya hingga sampai kepada penguji kesepuluh. Maka, orang-orang pun lantas mengakui serta menyatakan kehebatan hafalan serta kelebihan beliau.
Al-Hafizh Ibnu
Hajar al-‘Asqalani mengatakan, “Yang hebat bukanlah kemampuan
al-Bukhari dalam mengembalikan kedudukan hadits-hadits yang salah,
sebab beliau memang hafal, tetapi yang hebat justru hafalnya beliau
terhadap kesalahan yang dilakukan oleh para penguji tersebut secara
berurutan satu persatu hanya dengan sekali mendengar.”
Contoh Kekaguman Orang Terhadap Al-Bukhari
Al-Imam al-Bukhari rahimahullah, merupakan barometer bagi
guru-gurunya dan manusia yang tahu dan hidup pada zamannya maupun
sesudahnya. al-Imam al-Hafizh adz-Dzahabi dan al-Hafizh Ibnu Hajar
al-‘Asqalani telah menyebutkan secara khusus tentang pujian dan
jasa-jasa beliau dalam kitabnya masing-masing. Adz-Dzahabi dalam
Tadzkiratul huffaazh dan Ibnu Hajar dalam Tahdzibut
Tahdzib.
Muhammad bin Abi Hatim mengatakan, bahwa aku mendengar Yahya bin Ja’far al-Baikundi berkata, “Seandainya aku mampu menambahkan umur Muhammad bin Ismail (al-Bukhari) dengan umurku, niscaya aku lakukan sebab kematianku hanyalah kematian seorang sedangkan kematiannya berarti lenyapnya ilmu.”
Muhammad bin Abi Hatim mengatakan, bahwa aku mendengar Yahya bin Ja’far al-Baikundi berkata, “Seandainya aku mampu menambahkan umur Muhammad bin Ismail (al-Bukhari) dengan umurku, niscaya aku lakukan sebab kematianku hanyalah kematian seorang sedangkan kematiannya berarti lenyapnya ilmu.”
Raja’
bin Raja’ mengatakan, “Dia, yakni al-Bukhari, merupakan satu ayat di
antara ayat-ayat Allah yang berjalan di atas permukaan bumi.”
Abu Abdullah al-Hakim dalam Tarikh Naisabur berkata, “Dia
adalah Imam Ahlul hadits, tidak ada seorang pun di antara Ahlul Naql
yang mengingkarinya.”
Jumlah Hadits Yang Dihafal
Muhammad bin Hamdawaih mengatakan, “Aku mendengar al-Bukhari berkata, bahwa aku hafal seratus ribu hadits shahih dan dua ratus ribu hadits tidak shahih.”
Muhammad bin Hamdawaih mengatakan, “Aku mendengar al-Bukhari berkata, bahwa aku hafal seratus ribu hadits shahih dan dua ratus ribu hadits tidak shahih.”
Kitab-Kitab Yang Disusun
Yang paling pokok adalah kitab al-Jamiush shahih (Shahihul Bukhari) yaitu kitab hadits tershahih diantara kitab hadits lainnya. Selain itu beliau menyusun juga ktiab al-Adabul Mufrad, Raf’ul Yadain fish Shalah, al-Qira’ah khalfal Iman, Birrul Walidain, at-Tarikh ash-Shagir, Khalqu Af’aalil ‘Ibaad, adl-Dlu’afa (hadits-hadits lemah), al-Jaami’ al-Kabir, al-Musnad al-Kabir, at-Tafsir al-Kabir, Kitabul Asyribah, Kitabul Hibab, Asaami ash-Shahabah (Nama-nama para shahabat) dan lain sebagainya.
Yang paling pokok adalah kitab al-Jamiush shahih (Shahihul Bukhari) yaitu kitab hadits tershahih diantara kitab hadits lainnya. Selain itu beliau menyusun juga ktiab al-Adabul Mufrad, Raf’ul Yadain fish Shalah, al-Qira’ah khalfal Iman, Birrul Walidain, at-Tarikh ash-Shagir, Khalqu Af’aalil ‘Ibaad, adl-Dlu’afa (hadits-hadits lemah), al-Jaami’ al-Kabir, al-Musnad al-Kabir, at-Tafsir al-Kabir, Kitabul Asyribah, Kitabul Hibab, Asaami ash-Shahabah (Nama-nama para shahabat) dan lain sebagainya.
Wafat Beliau :
Beliau mengalami fitnah yang sangat
dahsyat yang dihembuskan oleh orang – orang yang merasa iri terhadap
keutamaan dari Allah yang diberikan kepada beliau. Dan tidaklah beliau
menginjakkan kaki ke suatu negeri kecuali penduduk negeri tersebut
mengusirnya sebagai akibat dari hembusan angin fitnah yang disebarkan
oleh orang – orang yang iri. Karena beliau mengalami pengusiran beberapa
kali, maka beliau memilih untuk kembali ke daerah Khartanka yaitu
sebuah wilayah bagian dari negeri Samarkand (sekarang menjadi ibukota
negara Uzbekistan di Asia Tengah ).
Beliau pergi ke daerah tersebut
karena banyak dari karib kerabatnya yang tinggal di daerah tersebut.
Beliau merasakan bahwa hidup ini terasa berat sekali, dan bumi yang luas
terasa sempit bagi beliau. Hingga pada suatu malam tatkala beliau
selesai menunaikan shalat malam ( Tahajud ), beliau berdoa kepada Allah
agar diberikan jalan yang terbaik baginya. Kemudian beberapa hari
setelah itu beliau mengalami sakit yang cukup keras. Dan Allah Subhanahu
wa Ta’ala mengetahui betapa berat penderitaan yang dialami oleh salah
seorang hamba-Nya yang sholeh ini, maka sebagai bentuk Maha Belas Kasih
Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada hamba-Nya tersebut, beliau dipanggil
oleh Allah yang Maha Pengasih lagi Maha penyayang pada hari Sabtu malam
‘Idul Fitri, pada tahun 256 Hijriah. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala
merahmati beliau.
Allahu 'alam