Bismillah..
Nasab dan Kelahiran Imam Muslim
حدثنا مسلم بن حجاج حدثنا يحي بن
يحي حدثنا أبو معاوية عن محمد بن عمرو عن أبي سلمة عن أبي هريرة رضي الله
عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم:” أحصوا هلال شعبان لرمضان
Nasab dan Kelahiran Imam Muslim
Nama lengkap beliau adalah Abul Hasan Muslim bin Hajjaj bin Muslim
bin Warad bin Kausyaz Al Qusyairi An Naisaburi. Al Qusyairi di sini
merupakan nisbah terhadap nasab (silsilah keturunan) dan An Naisaburi
merupakan nisbah terhadap tempat kelahiran beliau, yaitu kota Naisabur,
bagian dari Persia yang sekarang manjadi bagian dari negara Rusia.
Tentang Al Qusyairi, seorang pakar sejarah.
Izzuddin Ibnu Atsir, dalam
kitab Al Lubab Fi Tahzibil Ansab (37/3) berkata: “Al Qusyairi
adalah nisbah terhadap keturunan Qusyair bin Ka’ab bin Rabi’ah bin ‘Amir
bin Sha’sha’ah, yang merupakan sebuah kabilah besar. Banyak para ulama
yang menisbahkan diri padanya”.
Para ahli sejarah Islam berbeda pendapat mengenai waktu lahir dan wafat
Imam Muslim. Ibnu Hajar Al Asqalani dalam Taqribut Tahdzib (529), Ibnu
Katsir dalam Al Bidayah Wan Nihayah (35-34/11), Al Khazraji dalam
Khulashoh Tahdzibul Kamal
mengatakan bahwa Imam Muslim dilahirkan pada tahun 204 H dan wafat pada
tahun 261 H. Namun pendapat yang paling kuat adalah bahwa beliau
dilahirkan pada tahun 206 H dan wafat pada tahun 261 H di Naisabur,
sehingga usia beliau pada saat wafat adalah 55 tahun. Hal ini
sebagaimana dikatakan oleh Abu Abdillah Al Hakim An Naisaburi dalam
kitab Ulama Al Amshar, juga disetujui An Nawawi dalam Syarh Shahih
Muslim (123/1).
Perjalanan Imam Muslim Dalam Belajar Hadits
Imam Muslim tumbuh sebagai remaja yang giat belajar agama. Bahkan
saat usianya masih sangat muda beliau sudah menekuni ilmu hadits. Dalam
kitab Siyar ‘Alamin Nubala (558/12), pakar hadits dan sejarah,
Adz Dzahabi, menuturkan bahwa Imam Muslim mulai belajar hadits sejak
tahun 218 H. Berarti usia beliau ketika itu adalah 12 tahun. Beliau
melanglang buana ke beberapa Negara dalam rangka menuntut ilmu hadits
dari mulai Irak, kemudian ke Hijaz, Syam, Mesir dan negara lainnya.
Dalam Tahdzibut Tahdzib diceritakan bahwa Imam Muslim paling banyak mendapatkan ilmu tentang hadits dari 10 orang guru yaitu:
- Abu Bakar bin Abi Syaibah, beliau belajar 1540 hadits.
- Abu Khaitsamah Zuhair bin Harab, beliau belajar 1281 hadits.
- Muhammad Ibnul Mutsanna yang dijuluki Az Zaman, beliau belajar 772 hadits.
- Qutaibah bin Sa’id, beliau belajar 668 hadits.
- Muhammad bin Abdillah bin Numair, beliau belajar 573 hadits.
- Abu Kuraib Muhammad Ibnul ‘Ila, beliau belajar 556 hadits.
- Muhammad bin Basyar Al Muqallab yang dijuluki Bundaar, beliau belajar 460 hadits.
- Muhammad bin Raafi’ An Naisaburi, beliau belajar 362 hadits.
- Muhammad bin Hatim Al Muqallab yang dijuluki As Samin, beliau belajar 300 hadits.
- ‘Ali bin Hajar As Sa’di, beliau belajar 188 hadits.
Sembilan dari sepuluh nama guru Imam Muslim tersebut, juga merupakan
guru Imam Al Bukhari dalam mengambil hadits, karena Muhammad bin Hatim
tidak termasuk. Perlu diketahui, Imam Muslim pun sempat berguru ilmu
hadits kepada Imam Al Bukhari. Ibnu Shalah dalam kitab Ulumul Hadits
berkata: “Imam Muslim memang belajar pada Imam Bukhari dan banyak
mendapatkan faedah ilmu darinya. Namun banyak guru dari Imam Muslim yang
juga merupakan guru dari Imam Bukhari”. Hal inilah yang menjadi salah
satu sebab Imam Muslim tidak meriwayatkan hadits dari Imam Al Bukhari.
Ada Apa Antara Al Bukhari dan Muslim?
Imam Al Bukhari adalah salah satu guru dari Imam Muslim yang paling
menonjol. Dari beliau, Imam Muslim mendapatkan banyak pengetahuan
tentang ilmu hadits serta metodologi dalam memeriksa keshahihan hadits.
Al Hafidz Abu Bakar Al Khatib Al Baghdadi dalam kitabnya Tarikh Al Baghdadi
sampai menceritakan: “Muslim telah mengikuti jejak Al Bukhari,
mengembangkan ilmunya dan mengikuti metodologinya. Ketika Al Bukhari
datang ke Naisabur di masa akhir hidupnya. Imam Muslim belajar dengan
intens kepadanya dan selalu membersamainya”. Hubungan beliau berdua pun
dijelaskan oleh Al Hafidz Ibnu Hajar dalam Syarah Nukhbatul Fikr,
beliau berkata: “Para ulama bersepakat bahwa Al Bukhari lebih utama
dari Muslim, dan Al Bukhari lebih dikenal kemampuannya dalam pembelaan
hadits. Karena Muslim adalah murid dan hasil didikan Al Bukhari. Muslim
banyak mengambil ilmu dari Al Bukhari dan mengikuti jejaknya,
sampai-sampai Ad Daruquthni berkata: "Seandainya tidak ada Al Bukhari,
niscaya tidak ada Muslim’ ”.
Lalu apa yang menyebabkan Imam Muslim tidak meriwayatkan hadits dari
Imam Bukhari?? Sehingga dalam Shahih Muslim tidak ada hadits yang
sanadnya dimulai dengan “ ‘An Al Bukhari…(Diriwayatkan dari Al
Bukhari)”. Dijawab oleh Syaikh Abdul Muhsin Al Abbad hafizhahullah,
beliau menuturkan: “Walau Imam Muslim merupakan murid dari Imam Al
Bukhari dan Imam Muslim mendapatkan banyak ilmu dari beliau, Imam Muslim
tidak meriwayatkan satu pun hadits dari Imam Al Bukhari. Wallahu Ta’ala
A’lam, ini dikarenakan oleh dua hal:
- Imam Muslim menginginkan uluwul isnad (sanad yang tinggi derajatnya). Imam Muslim memiliki banyak guru yang sama dengan guru Imam Al Bukhari. Jika Imam Muslim meriwayatkan dari Al Bukhari, maka sanad akan bertambah panjang karena bertambah satu orang rawi yaitu (Al Bukhari). Imam Muslim menginginkan uluwul isnad dan sanad yang dekat jalurnya dengan Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam sehingga beliau meriwayatkan langsung dari guru-gurunya yang juga menjadi guru Imam Al Bukhari
- Imam Muslim merasa prihatin dengan sebagian ulama yang mencampur-adukkan hadits-hadits lemah dengan hadits-hadits shahih tanpa membedakannya. Maka beliau pun mengerahkan daya upaya untuk memisahkan hadits shahih dengan yang lain, sebagaimana beliau utarakan di Muqaddimah Shahih Muslim. Jika demikian, maka sebagian hadits-hadits yang diriwayatkan oleh Al Bukhari telah dianggap cukup dan tidak perlu diulang lagi. Karena Al Bukhari juga sangat perhatian dalam mengumpulkan hadits-hadits shahih dengan ketelitian yang tajam dan pengecekan yang berulang-ulang”
Murid-Murid Imam Muslim
Banyak ulama besar yang merupakan murid dari Imam Muslim dalam ilmu hadits, sebagaimana di ceritakan dalam Tahdzibut Tahdzib.
Diantaranya adalah
- Abu Hatim Ar Razi,
- Abul Fadhl Ahmad bin Salamah,
- Ibrahim bin Abi Thalib,
- Abu ‘Amr Al Khoffaf,
- Husain bin Muhammad Al Qabani,
- Abu ‘Amr Ahmad Ibnul Mubarak Al Mustamli,
- Al Hafidz Shalih bin Muhammad,
- Ali bin Hasan Al Hilali,
- Muhammad bin Abdil Wahhab Al Faraa’,
- Ali Ibnul Husain Ibnul Junaid,
- Ibnu Khuzaimah, dll.
Selain itu, sebagian ulama memasukkan Abu ‘Isa Muhammad At Tirmidzi dalam jajaran murid Imam Muslim, karena terdapat sebuah hadits dalam Sunan At Tirmidzi:
Muslim bin Hajjaj menuturkan kepada kami: Yahya bin Yahya menuturkan
kepada kami: Abu Mu’awiyah menuturkan kepada kami: Dari Muhammad bin
‘Amr: Dari Abu Salamah: Dari Abu Hurairah Radhiallahu’anhu, ia berkata:
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “Untuk menentukan datangnya Ramadhan, hitunglah hilal bulan Sya’ban”.
Dalam hadits tersebut nampak bahwa At Tirmidzi meriwayatkan dari Imam
Muslim. Terdapat penjelasan Al Iraqi dalam Tuhfatul Ahwadzi Bi Syarhi
Jami’ At Tirmidzi:
“At Tirmidzi tidak pernah meriwayatkan hadits dari Muslim kecuali
hadits ini. Karena mereka berdua memiliki guru-guru yang sama sebagian
besarnya”.
Karya Tulis Imam Muslim
Imam An Nawawi menceritakan dalam Tahdzibul Asma Wal Lughat bahwa Imam Muslim memiliki banyak karya tulis, diantaranya:
- Kitab Shahih Muslim (sudah dicetak)
- Kitab Al Musnad Al Kabir ‘Ala Asma Ar Rijal
- Kitab Jami’ Al Kabir ‘Ala Al Abwab
- 4. Kitab Al ‘Ilal
- Kitab Auhamul Muhadditsin
- Kitab At Tamyiz (sudah dicetak)
- Kitab Man Laisa Lahu Illa Rawin Wahidin
- Kitab Thabaqat At Tabi’in (sudah dicetak)
- Kitab Al Muhadramain
Kemudian Adz Dzahabi pun menambahkan dalam Tahdzibut Tahdzib bahwa Imam Muslim juga memiliki karya tulis lain yaitu:
- Kitab Al Asma Wal Kuna (sudah dicetak)
- Kitab Al Afrad
- Kitab Al Aqran
- Kitab Sualaat Ahmad bin Hambal
- Kitab Hadits ‘Amr bin Syu’aib
- Kitab Al Intifa’ bi Uhubis Siba’
- Kitab Masyaikh Malik
- Kitab Masyaikh Ats Tsauri
- Kitab Masyaikh Syu’bah
- Kitab Aulad Ash Shahabah
- Kitab Afrad Asy Syamiyyin
Mata Pencaharian Imam Muslim
Imam Muslim termasuk diantara para ulama yang menghidupi diri dengan
berdagang. Beliau adalah seorang pedagang pakaian yang sukses. Meski
demikian, beliau tetap dikenal sebagai sosok yang dermawan. Beliau juga
memiliki sawah-sawah di daerah Ustu yang menjadi sumber penghasilan
keduanya. Tentang mata pencaharian beliau diceritakan oleh Al Hakim
dalam Siyar ‘Alamin Nubala (570/12): “Tempat Imam Muslim berdagang
adalah Khan Mahmasy. Dan mata pencahariannya beliau di dapat dari
usahanya di Ustu[1]”. Dalam Tahdzibut Tahdzib
hal ini pula diceritakan oleh Muhammad bin Abdul Wahhab Al Farra:
“Muslim Ibnul Hajjaj adalah salah satu ulama besar…. Dan ia adalah
seorang pedagang pakaian”. Dalam kitab Al ‘Ubar fi Khabar min Ghabar
(29/2) terdapat penjelasan: “Imam Muslim adalah seorang pedagang. Dan
ia terkenal sebagai dermawan di Naisabur. Ia memiliki banyak budak dan
harta”.
Pujian Para Ulama
Kedudukan Imam Muslim diantara pada ulama Islam tergambar dari
banyaknya pujian yang dilontarkan kepada beliau. Pujian datang dari
guru-gurunya, orang-orang terdekatnya, murid-muridnya juga para ulama
yang hidup sesudahnya. Dalam Tarikh Dimasyqi (89/58),
diceritakan bahwa :
- Muhammad bin Basyar, salah satu guru Imam Muslim, berkata: “Ada empat orang yang hafalan hadits-nya paling hebat di dunia ini: Abu Zur’ah dari Ray, Muslim Ibnul Hajjaj dari Naisabur, Abdullah bin Abdirrahman Ad Darimi dari Samarkand, dan Muhammad bin Ismail dari Bukhara”.
- Ahmad bin Salamah dalam Tarikh Baghdad (102-103/13) berkata: “Aku melihat Abu Zur’ah dan Abu Hatim Ar Razi mengutamakan pendapat Muslim dalam mengenali keshahihan hadits dibanding para masyaikh lain di masa mereka hidup”.
- Diceritakan dalam Tarikh Dimasyqi (89/58), Ishaq bin Mansur Al Kausaz berkata kepada Imam Muslim: “Kami tidak akan kehilangan kebaikan selama Allah masih menghidupkan engkau di kalangan muslimin”.
- Dalam Tadzkiratul Huffadz, Adz Dzahabi juga memuji Imam Muslim dengan sebutan: “Muslim Ibnul Hajjaj Al Imam Al Hafidz Hujjatul Islam”.
- Imam An Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim berkata: “Para ulama sepakat tentang keagungan Imam Muslim, keimamannya, peran besarnya dalam ilmu hadits, kepandaiannya dalam menyusun kitab ini, keutamaannya dan kekuatan hujjah-nya”.
Wafatnya Imam Muslim
Diceritakan oleh Ibnu Shalah dalam kitab Shiyanatu Muslim
(1216) bahwa wafatnya Imam Muslim disebabkan hal yang tidak biasa, yaitu
dikarenakan kelelahan pikiran dalam menelaah ilmu. Kemudian disebutkan
kisah wafatnya dari riwayat Ahmad bin Salamah: “Abul Husain Muslim
ketika itu mengadakan majelis untuk mengulang hafalan hadits. Lalu
disebutkan kepadanya sebuah hadits yang ia tidak ketahui. Maka beliau
pun pergi menuju rumahnya dan langsung menyalakan lampu. Beliau berkata
pada orang yang berada di dalam rumah: ‘Sungguh, jangan biarkan orang
masuk ke rumah ini’. Kemudian ada yang berkata kepadanya: ‘Maukah engkau
kami hadiahkan sekeranjang kurma?’. Beliau menjawab: ‘(Ya) Berikan
kurma-kurma itu kepadaku’. Kurma pun diberikan. Saat itu ia sedang
mencari sebuah hadits. Beliau pun mengambil kurma satu persatu lalu
mengunyahnya. Pagi pun datang dan kurma telah habis, dan beliau
menemukan hadits yang dicari”. Al Hakim mengatakan bahwa terdapat
tambahan tsiqah pada riwayat ini yaitu: “Sejak itu Imam Muslim sakit
kemudian wafat”. Riwayat ini terdapat pada kitab Tarikh Baghdadi
(103/13), Tarikh Dimasyqi (94/58), dan Tahdzibul Kamal (506/27). Beliau
wafat pada waktu di hari Ahad, dan dimakamkan pada hari Senin, 5 Rajab
261 H.
Semoga Allah senantiasa merahmati beliau. Namanya begitu harum
mewangi hingga hari ini, sungguh ini merupakan buah dari perjuangan
berat nan mulia. Semoga Allah menerima amal beliau yang mulia dan
membalasnya dengan yang lebih baik di hari dimana tidak ada pertolongan
kecuali pertolongan Allah.
Kita memohon kepada Allah agar ditengah-tengah kaum muslimin
dimunculkan orang semisal beliau, yang memiliki perhatian besar dan
semangat tinggi untuk menjaga agama Allah dan menyebarkannya di tengah
kaum muslimin. Mudah-mudahan Allah mengumpulkan kita bersama beliau di Jannah-Nya kelak.
Disarikan dari kitab At Ta’rif Bil Imam Muslim Wa Kitabihi Ash Shahih
karya Syaikh Abdurrahman bin Shalih As Sudais, dan artikel dari Majalah
Universitas Islam Madinah yang berjudul Al Imam Muslim Wa Shahihuhu,
Syaikh Abdul Muhsin bin Hamd Al Abbad, dengan beberapa tambahan