Tampilkan postingan dengan label Kajian. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kajian. Tampilkan semua postingan

Hutang adalah amanah

Islam adalah din penuh rahmat dan mengajarkan kasih sayang kepada makhluk. Islam tidak hanya mengatur hubungan yang bersifat vertikal antara makhluk dengan Al Khaliq, tetapi juga mengatur hubungan yang bersifat horizontal antara sesama makhluk. Tujuannya agar antar individu terjalin keharmonisan dan tidak saling menzhalimi atau menyakiti.
Di antara yang diatur oleh syari’at Islam, yaitu hubungan antara sesama manusia dalam masalah hutang-piutang. Masalah ini dijelaskan oleh Allâh Ta'âla dalam sebuah ayat terpanjang, yang juga terdapat dalam surat terpanjang. Maka sudah semestinya hal ini menjadi perhatian bagi setiap insan yang ingin berislam secara kaffah, karena kualitas Islam seseorang bukan hanya tergantung ibadah mahdhah yang dilakukan setiap hari, tetapi juga tergantung pada ketaatannya pada peraturan Allâh yang berkaitan dengan muamalah (interaksi) dengan sesama makhluk.
Islam menganjurkan kepada orang yang dianugerahi kemampun oleh Allâh Ta'âla agar membantu saudaranya yang membutuhkan bantuan, baik dengan memberikan zakat, shadaqah, ataupun memberikan pinjaman jika ada yang membutuhkannya. Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam memberikan kabar kepada orang-orang yang membantu sesama lepas dari himpitan penderitaan, bahwa ia akan mendapatkan janji Allâh Ta'âla. disebutkan dalam sabda Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam:
مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا نَفَّسَ اللهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ يَسَّرَ اللهُ عَلَيْهِ فِـي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ
Barangsiapa yang membebaskan seorang muslim dari kedukaan dunia, maka Allâh akan membebaskan ia dari kedukaan akhirat. Dan barangsiapa yang memberikan kemudahan kepada orang yang mengalami kesulitan, Allâh akan memberikan kemudahan kepadanya di dunia dan akhirat.
(HR Muslim no. 339. Lihat Iiqazhul himam, karya Syaikh Salim Ied Al Hilali, hal.489 )
 
Di antara cara memberikan kemudahan, misalnya memberikan kemudahan dengan harta; bisa dengan memberikan hutang (pinjaman), atau kemudahan dalam pelunasan hutang, atau bahkan membebaskan orang lain dari hutang.

Hukum Bermaaf-maafan di Idul Fitri

Bismillah
Kegiatan apapun di hari raya yang tidak terkait dengan masalah peribadatan adalah kegiatan yang sah-sah saja dilakukan jika hanya dimaksudkan untuk mengungkapkan rasa gembira, seperti makan bersama, bertemu keluarga dan handai tolan. Sebab memang diperbolehkan kaum Muslimin mengungkapkan kegembiraan hatinya pada saat hari raya, sepanjang hal itu tidak menyimpang dari ketentuan syar’i.

Yang menjadi masalah
Terdapat banyak hal yang menyimpang dari ketentuan syari’at, seperti ikhtilath (bercampur antara laki-laki dan perempuan bukan mahram), jabat tangan antar lawan jenis (yang bukan mahram), hura-hura, pamer aurat, pamer kecantikan, nyanyian-nyanyian maksiat, main petasan dan lain sebagainya. Bahkan mungkin menyangkut masalah peribadatan yang tidak ada contohnya dari Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam maupun dari para Sahabat Beliau radhiyallâhu 'anhum.
Sesungguhnya Idul Fitri atau Idul Adha merupakan kegiatan yang pelaksanaan serta tata caranya telah diatur dalam syari’at. Tetapi di dalamnya mengandung hal-hal yang bersifat bebas selama tidak bertentangan dengan syari’at.

Hukum asal dalam masalah ibadah adalah haram (dilakukan) sampai ada dalilnya.
Sedangkan dalam masalah adat dan muamalah, hukum asalnya adalah halal sampai ada dalil yang mengharamkannya.

 Perayaan hari raya (‘id) sebenarnya lebih dekat kepada masalah mu’amalah. Akan tetapi, dalil-dalil yang ada menunjukkan bahwa ‘id adalah tauqifi (harus berlandaskan dalil). Hal ini karena 'id tidak hanya adat, tapi juga memiliki sisi ibadah. Imam asy-Syâthibi rahimahullâh mengatakan :

وَإِنَّ الْعَادِيَّاتِ مِنْ حَيْثُ هِيَ عَادِيَّةٌ لاَ بِدْعَةَ فِيْهَا
وَمِنْ حَيث يُتعبَّدُ بِهَا أَوْ تُوْضَعُ وَضْعَ التعبُّدِ تَدْخُلُهَا الْبِدَعَةُ

Dan sungguh adat-istiadat dari sisi ia sebagai adat, tidak ada bid’ah di dalamnya,
tapi dari sisi ia dijadikan/diposisikan sebagai ibadah, bisa ada bid‘ah di dalamnya
Al-I’tishâm, Tahqiq: Syaikh Salim al-Hilali, Dar Ibni al-Qoyyim, cet. II, 1427 H/2006 M, II/59

PENGKHUSUSAN MEMBUTUHKAN DALIL

Di satu sisi, Islam telah menjelaskan tata cara perayaan hari raya, tapi di sisi lain tidak memberi batasan tentang beberapa sunnah dalam perayaan ‘id, seperti bagaimana menampakkan kegembiraan, bagaimana berhias dan berpakaian, atau permainan apa yang boleh dilakukan. Syariat Islam merujuk perkara ini kepada adat dan tradisi masing-masing. Namun mengkhususkan hari Idul Fitri dengan berma'af-ma'afan membutuhkan dalil tersendiri. Ia tidak termasuk dalam menunjukkan kegembiraan atau berhias yang memang disyariatkan di hari raya. Ia adalah kegiatan tersendiri yang membutuhkan dalil.
Nabi shallallâhu 'alaihi wa sallam dan para Sahabat tidak pernah melakukannya, padahal faktor pendorong untuk berma'af-ma'afan juga sudah ada pada zaman mereka. Para Sahabat juga memiliki kesalahan kepada sesama dan mereka adalah orang yang paling bersemangat utnuk membebaskan diri dari kesalahan kepada orang lain. Akan tetapi, hal itu tidak lantas membuat mereka mengkhususkan hari tertentu untuk bermaaf-maafan. Jadi, mengkhususkan Idul Fitri untuk bermaaf-maafan adalah penambahan syariat baru dalam Islam tanpa landasan dalil.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata, “Setiap perkara yang dianggap maslahat (kebaikan), sedangkan faktor penyebab pelaksanaannya pada masa Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam sudah ada, namun Beliau tidak melakukannya, berarti bisa diketahui bahwa perkara tersebut bukanlah maslahat
Iqtidha’ ash-Shirath al-Mustaqim, Ta’liq: Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin, Takhrij : Mahmud bin al-Jamil, Dar Ibni Al-Jauzi, cet. I, 1423 H/2002, hal. 386. 

Maka di samping amalan-amalan hari raya yang harus dilakukan berlandaskan dalil, seorang Muslim hendaknya semakin taat kepada Allâh Ta'âla dan semakin ketat menjaga keutuhan agamanya. Sehingga jika melakukan kegembiraan, ia berkomitmen untuk tidak bermaksiat dan tidak keluar dari ketetapan yang telah disyari’atkan. 
 
 Wallahu al-Muwaffiq

Hukum dan Adab duduk di pinggir jalan

عَنْ أَبِـي سَعِيدٍ الْـخُدْرِيِّ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ قَالَ
إِيَّاكُمْ وَالْـجُلُوسَ بِالطُّرُقَاتِ قَالُوا يَا رَسُولَ اللهِ مَا بُدَّ لَنَا مِنْ مَـجَالِسِنَا نَتَحَدَّثُ فِيهَا
فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ إِنْ أَبَـيْتُمْ فَأَعْطُوا الطَّرِيقَ حَقَّهُ
قَالُوا وَمَا حَقُّ الطَّرِيقِ يَا رَسُولَ اللهِ قَالَ غَضُّ البَصَرِ وَ كَفُّ الأَذَى
وَ رَدُّ السَّلاَمِ وَاْلأَمْرُ بِالْـمَعْرُوفِ وَ النَّهْيُ عَنِ الْـمُنْكَرِ

 

Dari Abu Said Al-Khudry radhiallahu’anhu dari Nabi shallallâhu 'alaihi wasallam, beliau bersabda:
"Jauhilah oleh kalian duduk-duduk di jalan".
Maka para Sahabat berkata:
"Kami tidak dapat meninggalkannya, karena merupakan tempat kami untuk bercakap-cakap".
Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wasallam berkata:
"Jika kalian enggan (meninggalkan bermajelis di jalan), maka berilah hak jalan".
Sahabat bertanya:
"Apakah hak jalan itu?"
Beliau menjawab:
"Menundukkan pandangan, menghilangkan gangguan, menjawab salam, memerintahkan kebaikan dan mencegah kemungkaran."

Hukum Oral Sex

Banyak di kalangan kaum muslimin yang tertimpa oleh perkara-perkara yang rendah lagi ganjil menurut syari’at, akal dan fitrah seperti ini. Hal tersebut karena ia menghabiskan waktunya untuk mengikuti rangkaian film-film porno melalui video atau televisi yang rusak.
Di bawah ini adalah penjelasan tentang Oral sex yang yang selama ini menjadi kebiasaan dan di anggap umum oleh sebagian kaum muslimin. Mereka selalu di jejali dengan tehnologi  dan pengetahuan yang tanpa batas di zaman sekarang, sedangkan sebagian mereka tidak dapat menyaringnya. Dimungkinkan semua ini karena jauhnya mereka dari Ilmu Agama Islam.

Jawab:
Mufti Saudi Arabia bagian Selatan, Asy-Syaikh Al`Allamah Ahmad bin Yahya An-Najmi hafizhohullah menjawab sebagai berikut,
“Adapun isapan istri terhadap kemaluan suaminya (oral sex), maka ini adalah haram, tidak dibolehkan. Karena ia (kemaluan suami) dapat memencar. Kalau memencar maka akan keluar darinya air madzy yang dia najis menurut kesepakatan (ulama’). Apabila (air madzy itu) masuk ke dalam mulutnya lalu ke perutnya maka boleh jadi akan menyebabkan penyakit baginya.
Dan Syaikh Ibnu Baz rahimahullah telah berfatwa tentang haramnya hal tersebut –sebagaimana yang saya dengarkan langsung dari beliau-.”
Dan dalam kitab Masa`il Nisa’iyyah Mukhtarah Min Al-`Allamah Al-Albany karya Ummu Ayyub Nurah bintu Hasan Ghawi hal. 197 (cet. Majalisul Huda AI¬Jaza’ir), Muhadits dan Mujaddid zaman ini, 

Asy-Syaikh AI-`Allamah Muhammad Nashiruddin AI-Albany rahimahullah ditanya sebagai berikut:
“Apakah boleh seorang perempuan mencumbu batang kemaluan (penis) suaminya dengan mulutnya, dan seorang lelaki sebaliknya?”
Beliau menjawab:
“Ini adalah perbuatan sebagian binatang, seperti anjing. Dan kita punya dasar umum bahwa dalam banyak hadits, Ar-Rasul melarang untuk tasyabbuh (menyerupai) hewan-hewan, seperti larangan beliau turun (sujud) seperti turunnya onta, dan menoleh seperti tolehan srigala dan mematuk seperti patukan burung gagak.

Dan telah dimaklumi pula bahwa nabi Shallallahu `alahi wa sallam telah melarang untuk tasyabbuh dengan orang kafir, maka diambil juga dari makna larangan tersebut pelarangan tasyabbuh dengan hewan-hewan -sebagai penguat yang telah lalu-, apalagi hewan yang telah dlketahui kejelekan tabiatnya. Maka seharusnya seorang muslim –dan keadaannya seperti ini- merasa tinggi untuk menyerupai hewan-hewan.”
Dan salah seorang ulama besar kota Madinah, Asy-Syaikh AI-`Allamah `Ubaid bin ‘Abdillah bin Sulaiman AI-Jabiry hafizhahullah dalam sebuah rekaman, beliau ditanya sebagai berikut,
“Apa hukum oral seks’?” Beliau menjawab:
“Ini adalah haram, karena termasuk tasyabbuh dengan hewan-hewan. Seorang lelaki muslim berkewajiban untuk menghormati istrinya dan jangan ia berhubungan dengannya kecuali sesuai dengan perintah Allah. Kalau ia berhubungan dengannya selain dari tempat yang Allah halalkan baginya maka tergolong melampaui batas dan bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya shallallahu ‘alahi wa sallam.”

Penulis: Syaikh Al`Allamah Ahmad bin Yahya An-Najmi hafizhohullah
Dikutip dari majalah An-Nashihah Volume 10 1427H/2006M

Hukum Qunut Subuh

Bismillah...

Salah satu masalah kontraversial di tengah masyarakat adalah qunut Shubuh. Sebagian menganggapnya sebagai amalan sunnah, sebagian lain menganggapnya pekerjaan bid’ah. Bagaimanakah hukum qunut Shubuh sebenarnya ?

Dalam masalah ibadah, menetapkan suatu amalan bahwa itu adalah disyariatkan (wajib maupun sunnah) terbatas pada adanya dalil dari Al-Qur’an maupun As-sunnah yang shohih menjelaskannya. Kalau tidak ada dalil yang benar maka hal itu tergolong membuat perkara baru dalam agama (bid’ah), yang terlarang dalam syariat Islam sebagaimana dalam hadits Aisyah riwayat Bukhary-Muslim :
مَنْ أَحْدَثَ فِيْ أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَد ٌّ. وَ فِيْ رِوَايَةِ مُسْلِمٍ

مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمُرُنَا فَهُوَ رَدَّ
“Siapa yang yang mengadakan hal baru dalam perkara kami ini (dalam Agama-pent.) apa yang sebenarnya bukan dari perkara maka hal itu adalah tertolak”. Dan dalam riwayat Muslim : “Siapa yang berbuat satu amalan yang tidak di atas perkara kami maka ia (amalan) adalah tertolak”.

Dan ini hendaknya dijadikan sebagai kaidah pokok oleh setiap muslim dalam menilai suatu perkara yang disandarkan kepada agama. Setelah mengetahui hal ini, kami akan berusaha menguraikan pendapat-pendapat para ulama dalam masalah ini. Uraian Pendapat Para Ulama Ada tiga pendapat dikalangan para ulama, tentang disyariatkan atau tidaknya qunut Shubuh.

Pendapat Ulama
  1. Pendapat pertama : Qunut shubuh disunnahkan secara terus-menerus, ini adalah pendapat Malik, Ibnu Abi Laila, Al-Hasan bin Sholih dan Imam Syafi’iy.
  2. Pendapat kedua : Qunut shubuh tidak disyariatkan karena qunut itu sudah mansukh (terhapus hukumnya). Ini pendapat Abu Hanifah, Sufyan Ats-Tsaury dan lain-lainnya dari ulama Kufah.
  3. Pendapat ketiga : Qunut pada sholat shubuh tidaklah disyariatkan kecuali pada qunut nazilah maka boleh dilakukan pada sholat shubuh dan pada sholat-sholat lainnya. Ini adalah pendapat Imam Ahmad, Al-Laits bin Sa’d, Yahya bin Yahya Al-Laitsy dan ahli fiqh dari para ulama ahlul hadits.

Sholawat Rosul yang paling afdhol

Membaca shalawat untuk Nabi shallallâhu 'alaihi wa sallam adalah ibadah yang agung dan merupakan salah satu bentuk kecintaan kepada Nabi shallallâhu 'alaihi wa sallam sekaligus menjadi faktor dominan untuk menggapai syafaat Nabi shallallâhu 'alaihi wa sallam di hari Kiamat kelak. Perintah kepada umat Islam untuk membaca shalawat untuk Nabi shallallâhu 'alaihi wa sallam datang setelah Allâh Ta'âla memberitahukan bahwa Dia bershalawat bagi Nabi Muhammad shallallâhu 'alaihi wa sallam sebagaimana firman-Nya:

Sesungguhnya Allâh dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi.
Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi
dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya

(QS. al-Ahzâb/33:56)
Ayat di atas tidak menegaskan satu bentuk teks shalawat tertentu untuk dibaca bila seorang Muslim hendak membaca shalawat untuk Nabi Muhammad shallallâhu 'alaihi wa sallam. Namun demikian, terdapat pelajaran yang sangat berharga dari sebuah riwayat dalam Shahih al-Bukhâri no. 2497 yang disampaikan oleh Sahabat yang bernama Ka’b bin Ujrah radhiyallâhu'anhu. Sahabat mulia ini menceritakan bahwa para Sahabat pernah menanyakan kepada Nabi shallallâhu 'alaihi wa sallam tentang bagaimana bershalawat kepada beliau.
Beliau menjawab dengan mengatakan:
“Katakanlah:
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمَّدٍ
كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ
اللَّهُمَّ بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمَّدٍ
كَمَا بَارَكْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيد

Inilah kaifiyah bershalawat yang diajarkan Nabi shallallâhu 'alaihi wa sallam kepada para Sahabat radhiyallâhu'anhum sebagai jawaban atas pertanyaan mereka mengenai cara bershalawat untuk beliau. Maka pantas bila disebut sebagai lafazh paling afdhal dalam bershalawat.
Al-Hâfizh Ibnu Hajar rahimahullâh mengatakan:
“Apa yang disampaikan Nabi shallallâhu 'alaihi wa sallam kepada para Sahabat radhiyallâhu'anhum tentang kaifiyah (dalam membaca shalawat) ini setelah mereka menanyakannya, menjadi petunjuk bahwa itu adalah teks shalawat yang paling utama karena beliau shallallâhu 'alaihi wa sallam tidaklah memilih bagi dirinya kecuali yang paling mulia dan paling sempurna.” (Fathul Bâri 11/66)

Bahaya berlebihan dalam bercanda

Bismillah
Tidak bisa dipungkiri, saat-saat tertentu kita memang membutuhkan suasana rilek dan santai untuk mengendorkan urat syaraf, menghilangkan rasa pegal dan capek sehabis bekerja. Diharapkan setelah itu, badan kembali segar, mental stabil, semangat bekerja tumbuh kembali, sehingga produktifitas semakin meningkat. Hal itu sah-sah saja dilakukan selama tidak berlebihan dan tidak mengandung hal-hal yang dilarang dalam ajaran agama kita, Islam. Karena sebagaimana diceritakan dalam banyak riwayat, bahwa Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam juga bercanda. Terkadang beliau shallallâhu 'alaihi wa sallam bercanda bersama para sahabat yang sudah dewasa, terkadang dengan anak kecil, dan juga dengan keluarganya. Ini beliau lakukan kadang-kadang saja, tidak setiap saat dan tetap memperhatikan ajaran-ajaran agama. Meski bercanda, Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam tidak pernah berdusta dalam candanya.


Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam bersabda :

إِنِّـي لَأَمْزَحُ وَلاَ أَقُوْلُ إِلاَّ حَقًّ

Sesungguhnya aku juga bercanda,akan tetapi aku tidak mengucapkan sesuatu kecuali yang benar saja.

Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam juga mengancam orang yang berdusta untuk membuat orang lain tertawa. Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam bersabda :

وَيْلٌ لِلَّذِي يُـحَدِّثُ فَـيَكْذِبُ لِـيُضْحِكَ بِهِ الْقَوْمَ وَيْلٌ لَهُ وَيْلٌ لَهُ

Celakalah seseorang yang berbicara dusta untuk membuat orang lain tertawa, celakalah ia, celakalah ia.

Ini menunjukkan, larangan melanggar rambu-rambu syariat meskipun saat bergurau, seperti berdusta, membeberkan aib orang lain, dan menjadikannya sebagai bahan tertawaan, lelaki menyerupai wanita, atau sebaliknya.

Bahaya Korupsi

Bismillah...
Menengok keadaan saat ini, betapa banyak orang yang melakukan perbuatan yang amat tercela ini. Bahkan hampir kita dapati dalam semua lapisan masyarakat, dari masyarakat yang paling bawah, menengah sampai kalangan atas. Khalayak pun kemudian menggolongkan para pelaku korupsi ini menjadi berkelas-kelas. Mulai koruptor kelas teri sampai kelas kakap.
Dalam lingkup masyarakat bawah, mungkin pernah atau bahkan banyak kita jumpai, seseorang yang mendapat amanah untuk membelanjakan sesuatu, kemudian setelah dibelanjakan, uang yang diberikan pemiliknya masih tersisa, tetapi dia tidak memberitahukan adanya sisa uang tersebut, meskipun hanya seratus rupiah, melainkan masuk ke sakunya, atau dengan cara memanipulasi nota belanja. Adapun koruptor kelas kakap, maka tidak tanggung-tanggung yang dia ‘embat’ sampai milyaran bahkan triliyunan.
Sejauh mana bahaya perbuatan ini? Kami mencoba mengulasnya dengan mengambil salah satu hadits Nabi shallallâhu 'alaihi wa sallam berikut ini. Semoga bermanfaat, dan kita dapat menghindari ataupun mewaspadai bahayanya. (Redaksi).
Dari ‘Adiy bin ‘Amirah Al Kindi radhiyallâhu' anhu berkata: Aku pernah mendengar Nabi shallallâhu 'alaihi wa sallam bersabda:

((مَنْ اسْتَعْمَلْنَاهُ مِنْكُمْ عَلَى عَمَلٍ فَكَتَمَنَا مِخْيَطًا فَمَا فَوْقَهُ كَانَ غُلُولًا يَأْتِي بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ))، قَالَ: فَقَامَ إِلَيْهِ رَجُلٌ أَسْوَدُ مِنْ الْأَنْصَارِ كَأَنِّي أَنْظُرُ إِلَيْهِ، فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ اقْبَلْ عَنِّي عَمَلَكَ، قَالَ: ((وَمَا لَكَ؟))، قَالَ: سَمِعْتُكَ تَقُولُ كَذَا وَكَذَا، قَالَ: ((وَأَنَا أَقُولُهُ الْآنَ، مَنْ اسْتَعْمَلْنَاهُ مِنْكُمْ عَلَى عَمَلٍ فَلْيَجِئْ بِقَلِيلِهِ وَكَثِيرِهِ فَمَا أُوتِيَ مِنْهُ أَخَذَ وَمَا نُهِيَ عَنْهُ انْتَهَى))

“Barangsiapa di antara kalian yang kami tugaskan untuk suatu pekerjaan (urusan), lalu dia menyembunyikan dari kami sebatang jarum atau lebih dari itu, maka itu adalah ghulul (belenggu, harta korupsi) yang akan dia bawa pada hari kiamat”. 
(‘Adiy) berkata : Maka ada seorang lelaki hitam dari Anshar berdiri menghadap Nabi shallallâhu 'alaihi wa sallam, seolah-olah aku melihatnya,
 lalu dia berkata,"Wahai Rasûlullâh, copotlah jabatanku yang engkau tugaskan."
Nabi shallallâhu 'alaihi wa sallam bertanya,"Ada apa gerangan?”
Dia menjawab,"Aku mendengar engkau berkata demikian dan demikian (maksudnya perkataan di atas, Pen.).
" Beliau shallallâhu 'alaihi wa sallam pun berkata,"Aku katakan sekarang, (bahwa) barangsiapa di antara kalian yang kami tugaskan untuk suatu pekerjaan (urusan), maka hendaklah dia membawa (seluruh hasilnya), sedikit maupun banyak. Kemudian, apa yang diberikan kepadanya, maka dia (boleh) mengambilnya. Sedangkan apa yang dilarang, maka tidak boleh.”

Klasifikasi Orang Kafir dan hukum Turis

Bismillah...

Ketika Hukum Islam ditinggalkan dan ilmu agama dijahui, maka banyak sekali hak dan kewajiban yang terlantar dan disalah artikan. Sikap dan tindakan yang melanggar syari'at dianggap bagian dari syari'at, terutama yang berubungan dengan orang kafir. Sesungguhnya aksi-aksi berdarah terorisme yang sering menghantui negeri kita ini, muncul dari ediologi-ediologi yang salah, diantaranya adanya keyakinan bahwa orang kafir seluruhnya sama, wajib diperangi, tidak boleh diberi keamanan bahkan membunuh mereka adalah inti dan tujuan jihad fi sabilillah.

Padahal siapa saja yang membaca sirah Rasulullah saw, terutama dalam bab ghazawat (peperangan) terhadap orang-orang kafir, ia akan tahu bahwa tidak setiap orang kafr halal darahnya. Oleh karena itu, para ulama telah membagi orang kafir menjadi bagian dan setiap bagian memiliki hukum tersendiri.

Hukum Tatto dan mencukur alis

Bismillah..

Di zaman yang serba modern kita mengetahui bersama bahwa tatto, mencukur alis (biasanya kaum wanita), mengkikir gigi (behel) dll, sudah menjadi trand di kalangan anak muda. Dengan alasan mereka untuk memperindah diri, seni, atau sejenisnya. Tetapi yang sangat di sayangkan adalah mereka tidak diikuti dengan pemahaman agama yang baik. Apakah seandainya kita melakukan hal semacam itu boleh atau tidak, hukumnya bagaimana dll??. Mereka hanya mengejar kesenangan dan trand masa sekarang. mudah-mudahan artikel di bawah ini sedikit memberi kita pengetahuan tentang hukum tentang tatto dan kawan-kawannya.

(Diterjemahkan oleh Al-Ustadz Qomar ZA)

Tato di tubuh bagian manapun hukumnya HARAM. Berdasarkan dalil-dalil berikut ini, firman Allah SWT:
“Dan aku benar-benar akan menyesatkan mereka, dan akan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka dan akan menyuruh mereka (memotong telinga-telinga binatang ternak), lalu mereka benar-benar memotongnya, dan akan aku suruh mereka (mengubah ciptaan Allah), lalu benar-benar mereka mengubahnya. Barangsiapa yang menjadikan setan menjadi pelindung selain Allah, maka sesungguhnya ia menderita kerugian yang nyata.” (An-Nisa`: 119)

Tahlilan tradisi agama Hindu

bismillah
Para pembaca, pembahasan kajian kali ini bukan dimaksudkan untuk menyerang mereka yang suka tahlilan, namun sebagai nasehat untuk kita bersama  bahwa kita (umat Islam) memiliki pedoman baku yang telah diyakini keabsahannya yaitu Al Qur’an dan As Sunnah.

Maha Suci Allah yang telah menurunkan Al Qur’an dan mengutus Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam sebagai penjelas dan pembimbing untuk memahami Al Qur’an tersebut sehingga menjadi petunjuk bagi umat manusia. Semoga Allah subhanahu wata’ala mencurahkan hidayah dan inayah-Nya kepada kita semua, sehingga dapat membuka mata hati kita untuk senantiasa menerima kebenaran hakiki. Telah kita maklumi bersama bahwa acara tahlilan merupakan upacara ritual seremonial yang biasa dilakukan oleh keumuman masyarakat Indonesia untuk memperingati hari kematian. Secara bersama-sama, berkumpul sanak keluarga, handai taulan, beserta masyarakat sekitarnya, membaca beberapa ayat Al Qur’an, dzikir-dzikir, dan disertai do’a-do’a tertentu untuk dikirimkan kepada si mayit. Karena dari sekian materi bacaannya terdapat kalimat tahlil yang diulang-ulang (ratusan kali bahkan ada yang sampai ribuan kali), maka acara tersebut dikenal dengan istilah “Tahlilan”.

Acara Tahlilan ini biasanya diselenggarakan setelah selesai proses penguburan (terkadang dilakukan sebelum penguburan mayit), kemudian terus berlangsung setiap hari sampai hari ketujuh. Lalu diselenggarakan kembali pada hari ke 40 dan ke 100. Untuk selanjutnya acara tersebut diadakan tiap tahun dari hari kematian si mayit, walaupun terkadang berbeda antara satu tempat dengan tempat lainnya. Tidak lepas pula dalam acara tersebut penjamuan yang disajikan pada tiap kali acara diselenggarakan. Model penyajian hidangan biasanya selalu variatif, tergantung adat yang berjalan di tempat tersebut. Namun pada dasarnya menu hidangan “lebih dari sekedarnya” cenderung mirip menu hidangan yang berbau kemeriahan. Sehingga acara tersebut terkesan pesta kecil-kecilan, dan ada kalanya seandainya yang meninggal dari keluarga yang mampu biasanya akan mendapat amplop yang isinya rupiah yang di bagikan kepada mereka yang hadir dalam acara tahlilan tersebut, memang demikianlah kenyataannya.

Entah telah berapa abad lamanya acara tersebut diselenggarakan, hingga tanpa disadari menjadi suatu kelaziman. Konsekuensinya, bila ada yang tidak menyelenggarakan acara tersebut berarti telah menyalahi adat dan akibatnya ia diasingkan dari masyarakat. Bahkan lebih jauh lagi acara tersebut telah membangun opini muatan hukum yaitu sunnah (baca: “wajib”) untuk dikerjakan dan sebaliknya, bid’ah (hal yang baru dan ajaib) apabila ditinggalkan.


Sebenarnya acara tahlilan semacam ini telah lama menjadi pro dan kontra di kalangan umat Islam. Sebagai muslim yang selalu mengedepankan kebenaran, semua pro dan kontra harus dikembalikan kepada Al Qur’an dan Sunnah Rasulullah. Sikap seperti inilah yang sepatutnya dimiliki oleh setiap insan muslim yang benar-benar beriman kepada Allah subhanahu wata’ala dan Rasul-Nya. Bukankah Allah subhanahu wata’ala telah berfirman (artinya):
“Maka jika kalian berselisih pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur’an) dan Ar Rasul (As Sunnah), jika kalian benar-benar beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Yang demikian itu lebih utama bagi kalian dan lebih baik akibatnya. ” (An Nisaa’: 59)

Hukum membaca amin امين

Bismillah
Hukumnya membaca amin (امين) setelah membaca surat Al-fatihah di lakukan diluar atau di dalam sholat adalah sunnah sebagaimana yang di jelaskan oleh Imam Ibnu Kastir ra.

Banyak diantara kita yang tidak mengetahui dalam hal ini dan menyakini bahwa membaca amin (امين) hanya di dalam sholat saja.
disunnahkan disini yang dimaksud adalah membaca amin  (امين) baik di luar atau di dalam sholat.
Perbedaanya adalah seandainya di dalam sholat mendapat tekanan khusus (muakad) dari Rasulullah saw, supaya kita tidak tergesa-gesa dalam meninggalkan kalimat amin (امين) sesudah iman selesai membaca akhir dari surat Al-fatihah. Ketika sholat berjamaah banyak yang tidak mengetaui dan menyangka bahwa kalimat amin (امين) itu hanya di ucapkan oleh ma'mun saja. Selain dari itu kalimat amin (امين disunnahkan di baca saat kita sholat berjama'ah maupun sendiri, dan di baca oleh imam dan ma'mum.
Dalil hadist dari , Wail bin Khujur berkata "bahwasanya pada suatu hari saya mendengar Nabi  saw membaca ghoiril maghdubi alaihim walabdholiiin, setelah itu beliau membaca amin (امين) dan beliau memanjangkan suaranya"HR.Imam Ahmad dan di hasankan oleh Tirmidzi

Amal Sholih

bismillah...
Beramal sholih memang penting karena merupakan konsekuensi dari keimanan seseorang. Namun tidak kalah penting adalah mengetahui persyaratan supaya amal yang telah kita lakukan diterima di sisi Allah swt. Jangan sampai ibadah yang kita lakukan justru membuat Allah swt murka karena tidak memenuhi syarat yang Allah dan Rosul-Nya tetapkan.

Dalam mengarungi lautan kehidupan ini, banyak duri dan kerikil yang harus kita singkirkan satu persatu. Demikian sunnatullah yang berlaku pada hidup setiap orang. Diantara manusia ada yang berhasil menyingkirkan duri dan kerikil sehingga selamat di dunia dan di akhirat. Namun masih banyak juga yang tidak mampu menyingkirkannya sehinggal akhirnya mereka terkapar dalam lubang kegagalan didunia dan akhirat.


Sebelum semua ini terjadi, kini kesempatan bagi kita untuk menjawab tantangan dan berusaha menyingkirkan duri dan kerikil hidup tersebut. Tidak ada cara yang terbaik kecuali kita harus kembali kepada agama kita dan menempuh dan mencari bimbingan Allah swt dan Rosul-Nya.
Allah swt telah menjelaskan di dalam Al-qur'an surat Al'ashr:1-3

وَالْعَصْرِ ١
إِنَّ الإنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ ٢
إِلا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ ٣

Syarat diterima Amal

bismillah...

Amal yang diterima oleh Allah swt memiliki persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi. Hal ini telah disebutkan Allah swt sendiri didalam kitab-Nya dan Rosulullah saw didalam hadistnya sebagai berikut

Pertama, Amal harus dilaksanakan dengan keikhlasan semata-mata karena Allah swt
98:5

dan tidaklah mereka diperintahkan melainkan agar menyembah Allah dengan mengikhlaskan baginya agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.(QS Al-Bayyinah:5)

selamat Tahun Baru 1434H


Sebagai renungan dalam momen tahun baru ini marilah kita introspeksi kembali segala apa yang telah kita lakukan pada tahun kemarin, terutama jika pada tahun lalu kita masih memiliki mitos sebagaimana di atas, maka mulai tahun ini marilah kita buang jauh-jauh itu semua sebagai bentuk komitmen untuk selalu melakukan perbaikan demi perbaikan setiap saat, terutama terhadap keimanan dan amal kita. Tahun ini harus lebih baik dari tahun kemarin. Allah ta’ala berfirman,

 “يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللهَ إِنَّ اللهَ خَبِيْرٌ بِمَا تَعْمَلُوْنَ”. 
 Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman bertaqwalah kalian kepada Allah dan hendaknya setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat). Dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah maha mengetahui apa yang kalian kerjakan”  
[QS. Al-Hasyr (59): 18].

kesalahan dalam membaca al-fatihah

Didalam artikel kali ini saya akan mencoba menulis tentang salah satu kesalahan yang telah biasa dilakukan oleh umat islam , dimana kesalahan-kesalahan tersebut telah lama menjamur di tubuh umat islam selama ini. Bahkan kesalahan-kesalahan ini ternyata bukan saja menjadi tradisi tetapi mereka telah mengganggap ini semua adalah sunnah yang harus di lakukan. Rosulullah saw dalam menyebarkan agama islam selama hidupnya, beliau bukan saja mengajarkan kebaikan berupa ucapan tetapi juga perbuatan dan tingkah laku, beliau juga mengajarkan supaya umatnya untuk menjahui berbagai macam keburukan. Salah satu keburukan dan kesalahan umat islam selama ini adalah dalam membaca surat al-fatihah.

Di bawah ini adalah berbagai contoh kesalahan dalam membaca surat al-fatihah.

ziarah kubur bab 3 (tujuan)

 Tujuan berziarah kubur ada 2
  1.  Mengingat kematian  itu di sunnahkan oleh Rosulullah saw "hendaklah kalian mengingat kematian....." hadist dari Abu Hurairah ra di riwayatkan oleh Tirmidzi.
    orang yang berziarah kubur diharapkan dia tergugah hatinya dan semangat untuk beramal sholeh dan bertaubat dari kemaksiatan, karena seorang menyakini bahwasanya didalam kubur ada nikmat dan ada juga siksa kubur.
  2. Mendo'akan kebaikan kepada mayit
    bDo'a Rosulullah saw tentang ziarah kubur, salah satunya adalah

    اَلسَّلاَمُ عَلَى اَهلِ الدِّيَارِ مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُسْلِمِيْنَ اَنْتُمْ لَنَا فَرْطٌ وَنَحْنُ اِنْ شَآءَ اللهُ بِكُمْ لاَحِقُوْنَ

    Assalâmu ‘alâ ahlid diyâr, minal mu’minîna wal muslimîn, antum lanâ farthun, wa nahnu insyâallâhu bikum lâhiqûn.
    Salam atas para penghuni kubur, mukminin dan muslimin, engkau telah mendahului kami, dan insya Allah kami akan menyusulmu.
Dan masih banyak contoh do'a-do'a ziarah kubur yang di ajarkan rosulullah. Seandainya ada orang yang berziarah tetapi dia tidak hafal  do'a ziarah kubur seperti yg telah di baca Rosulullah saw diperbolehkan semampunya dia atau dengan bahasa yang dia mengerti.

ziarah kubur bab 2 (dalil)

Hukum-hukum dan dalil yang berkaitan tentang zirah kubur
 hadist 
    ُنْتُ نَهَيْتُكُم عَنْ زِيَارَةِ القُبُورِ, فَزُورُوهَا, وَفِي
رِوَايَةٍ فَإنَّهَا تُذَكِّرُكُم.. بالآخرة
“Dahulu aku melarang kalian berziarah kubur, namun kini berziarahlah kalian!. Dalam riwayat lain;
 ‘(Maka siapa yang ingin berziarah kekubur, hendaknya berziarah), karena sesungguhnya (ziarah kubur) itu mengingat- kan kalian kepada akhirat’. (HR.Muslim)
Selain hadist di atas Nabi muhammad saw  menyuruh dan memperbolehkan umatnya berziarah, beliau juga mempraktekannya dalam kehidupanya sendiri, sebagaimana hadist dari Aisyah ra yang meriwayatkan bahwasanya Nabi Muhammad saw keluar di akhir malam ke magbarah baqi dan mendo'akan mereka.
Lalu siapakah yang boleh berziarah kubur ?
Semua para ulama tidak ada yang berselisih tentang kaum laki-laki berziarah kubur, bahwasanya semua boleh berziarah, bahkan sebagian mengatakan mustahab, ini berdasarkan keumuman hadist. Sedangkan untuk kaum perempuan pada ulama ada sedikit perbedaan, diantaranya :

ziarah kubur bab 1

Bismillah...

Ziarah kubur pada awal islam itu dilarang untuk laki"atau perempuan, karena pada masa awal datangnya islam, umat kala itu baru mengenal islam, sedangkan dahulunya mereka adalah orang-orang musrik.
Seperti yang kita ketahui bahwasanya orang-orang musrik kala itu mempunyai keyakinan yang menyimpang tentang orang" sholeh yang meninggal dunia dan masalah kuburan.

Di dalam sejarah islam menyakini bahwasanya kesirikan yang pertama kali muncul di permukaan bumi adalah masalah al hulu (berlebih" terhadap orang" sholeh yg meninggal). Sejak 1000 tahun Nabi Adam AS 
di turunkan (10 abad) lamanya tidak ada kesirikan di muka bumi, baru setelah 10 abad berlalu di situ ada orang-orang  sholeh yang meninggal sebagaimana yang Allah SWT terangkan di dalam al-quran sererti hud,wad, yaud, naser dll, mereka adalah orang" sholeh yg meninggal di jaman Nabi Nuh AS, kemudian sebagian kaumnya di bisikin oleh syaitan, supaya mereka membuat patung-patung di majlis-majlis mereka, supaya mereka ketika melihat patung-patung orang sholeh tersebut mempunyai semangat untuk beribadah
sebagaimana mereka (orang-orang sholeh) beribadah.